Rabu, 21 September 2022

SEJARAH PENGHIJAUAN LAHAN KRITIS DI GUNUNGKIDUL


Lahan kritis Gunungkidul


      ( 2 )


By : Kiswanto#


Selama kurang lebih 13 tahun ( 1977 - 1990 ) Inpres Bantuan Penghijauan berjalan di Kabupaten Gunungkidul perubahan perilaku ( PSK ) masyarakat terhadap penghijauan mulai nampak dan menggembirakan.


Ditandai banyaknya kelompok tani penghijauan swadaya yang kian berkembang dan lahan kritis semakin berkurang jumlahnya.


Era 1990 - 2000 an Gunungkidul laksana raksasa bangkit dari tidurnya di bidang penghijauan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.


Masyarakat Gunungkidul memiliki kultur paternalistik yakni percaya dan siap bekerja keras mengikuti sosok pemimpinnya.

Darmakum Darmokusumo


Dibidang penghijauan lahan kritis masyarakat Gunungkidul mengagumi dan sendika dhawuh atas perintah Pak Darmakum Darmokusumo.


Disusul hadirnya  sosok Bupati Soebekti Soenarto ( 1989 - 1994 ) Insinyur Pertanian yang memiliki etos kerja tinggi dan komitmen terhadap pembangunan kehutanan, pertanian dan lingkungan hidup.


Bupati "gila" penghijauan ini juga mampu mengkoordinasikan dan menggerakkan seluruh instansi pemerintah baik daerah,regional maupun vertikal dengan lembaga kemasyarakatan terkait sebagai mitra kerja pemerintah kabupaten.


Pak Bekti , begitu panggilan familiarnya memperkenalkan gebrakan itu dengan istilah penerapan *manajemen keroyokan terpadu*


Komitmen terhadap penghijauan lahan kritis setiap Senin pagi diadakan rapat koordinasi dan evaluasi capaian kinerja yang dihadiri semua kepala instansi pemerintah daerah termasuk Camat dan vertikal.


Dalam rapat itu juga di umumkan ranking prestasi 13 Camat dalam bidang penghijauan.


Tidak saja koordinasi diatas meja namun selalu ditindaklanjuti kunjungan lapangan karena tidak suka laporan Asal Bapak Senang ( ABS ).

Pak Bekti


Bupati " gila " lomba Ini bisa membuktikan keberhasilan penghijauan swadaya masyarakat dengan diraihnya kejuaraan lomba hutan rakyat swadaya tingkat provinsi dan nasional secara beruntun.


Disamping kelompok tani hutan rakyat berprestasi tingkat nasional tidak ketinggalan sejumlah PLP/ Penyuluh Kehutanan juga bisa unjuk gigi di level nasional menjadi penyuluh teladan , juara 1 pidato penyuluhan kehutanan serta berkontribusi terhadap penyusunan kebijakan penyuluhan kehutanan.


Memang patut diacungi jempol banyak PLP/ penyuluh kehutanan Gunungkidul yang bekerja keras dan berkomitmen totalitas melaksanakan tugas pokok dan fungsinya demi keberhasilan penghijauan lahan kritis di Gunungkidul.


Mereka dengan senang hati mencintai pekerjaan yang menantang tapi mulia itu bukan semata-mata mencari uang tetapi merupakan wujud pengabdian kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan disertai keyakinan jika berhasil kelak tentu akan memberikan nilai kepuasan batin yang tidak ternilai harganya.

Zona gunung sewu


Komitmen di bidang lingkungan hidup dengan merehabilitasi telaga, pelestarian sumber air dalam goa dengan digalakkannya penghijauan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) bawah tanah seperti Bribin , Seropan dan Ngobaran.


Prestasi prestisius juga ditunjukkan dengan diraihnya penghargaan tertinggi berupa kalpataru kategori penyelamat lingkungan ( Partorejo 1994 ) dengan penghijauan lingkungan telaga Wota Wati Jerukwudel, Rongkop yang membuat air telaga lestari dan Warsono ( 1996 ) Penyuluh Kehutanan ( PLP ) Rongkop menyabet kalpataru kategori pengabdi lingkungan yang berhasil melestarikan habitat walet disekitar goa Ngungap yang menghasilkan sarang burung walet kawasan pantai selatan Kec Rongkop.


Pada era itu Gunungkidul layaknya menjadi kiblat studi banding keberhasilan penghijauan lahan kritis lokal , regional,nasional bahkan internasional.


Tahun 1989 Prof Oemi Hani'in Soeseno sang perintis berdirinya Wanagama 1 mendapatkan kalpataru sebagai wujud penghargaan atas usahanya merehabilitasi lahan kritis di Wanagama.


Wanagama yang awal berdirinya 1966 hanya seluas 10 hektar berupa lahan super kritis untuk budidaya murbei dan ulat sutera berkembang menjadi seluas 79,9 hektar ( 1967 ) untuk mencari pola hutan serba guna dan penghijauan lahan kritis. Akhirnya Wanagama kian mendapatkan kepercayaan sehingga 3 Maret 1982 cakupannya diperluas hingga 599,9 hektar.


Keberhasilan Wanagama sebagai miniatur penghijauan lahan kritis di Gunungkidul menjadi rujukan kebijakan pemerintah pusat cq Departemen Kehutanan Republik Indonesia.


Pengakuan internasional terhadap keberhasilan penghijauan lahan kritis Wanagama dan kabupaten Gunungkidul adalah berkunjungnya Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris ke Wanagama tahun 1989.Sebagai kenangan P Charles menanam bibit pohon Jati.


Kunjungan studi banding internasional melihat keberhasilan penghijauan lahan kritis di Gunungkidul dari Afrika juga pernah dilakukan.


Lingkup kegiatan RLKT meliputi metode vegetatif dan metode sipil teknis.

Metode vegetatif dalam bentuk tanam menanam pohon tahunan,penguat teras dan hijauan pakan ternak.

Sedangkan metode sipil teknis tujuannya untuk mencegah erosi dan sedimentasi seperti pembuatan dam pengendali,gully plug , dam penahan,terasering , saluran pembuangan air,embung dlsb.


Petugas Lapangan yang pada awalnya mencapai hampir 100 orang terdiri dari PLP , PLDP ( dam pengendali ) , dan PLP BP ( pembibitan), disamping PL HKm ( hutan kemasyarakatan) dan PLR ( Reboisasi ).


Bupati concern Penghijauan kedua setelah pak Darmakum Darmokusumo ini getol menanam perindang jalan baik jalan provinsi ,kabupaten , desa dan lingkungan serta ruang terbuka hijau.


Disamping penghijauan Bupati ini juga mendorong pembangunan pertanian,ketahanan pangan dan menuju peternakan tangguh Gunungkidul sebagai gudang ternaknya DIY.


Mitra kerja organisasi kemasyarakatan seperti KTNA, Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam ( KPSA) dan Pramuka Saka Wanabhakti digandeng untuk ikut serta dalam pembangunan penghijauan di Gunungkidul.


Beliau juga menggagas motto  pembangunan Gunungkidul Handayani dan hari esok lebih baik.


H pertama pada Handayani artinya  hijau bahwa membangun Gunungkidul seutuhnya hari esok yang lebih baik harus dimulai dari keberhasilan penghijauan dan lingkungan hidup.


Diakhir tugasnya Pak Bekti dapat mewujudkan ambisinya meraih penghargaan bergengsi dibidang pembangunan yakni Parasamya Purna Karya Nugraha kepada masyarakat Gunungkidul Handayani.


Gunungkidul Ijo royo-royo


Bukan tidak mungkin melihat Gunungkidul yang kini hijau royo-royo ini merupakan hal biasa atau bahkan tidak mengapresiasi kinerja para " pahlawan" dan " pejuang " penghijauan di masa lalu,karena tidak tahu sejarah Gunungkidul yang kering tandus dan gundul ... kritis !


Tidak berlebihan kiranya manakala kita mengapresiasi dan memberikan penghargaan kepada mereka yang telah berjasa dalam keberhasilan penghijauan lahan kritis di bumi Handayani Ini.


Kami pernah mengusulkan Taman Hutan Raya Bunder itu diberikan nama " Tahura Ir Darmakum Darmokusumo " sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya dalam penghijauan lahan kritis di Gunungkidul dan  pembangunan kehutanan yang luar biasa. 


Melihat keberhasilan penghijauan lahan kritis semakin besar dulu kami sempat terpikir dan terlontar gagasan membuat *monumen lahan kritis* versi Gunungkidul untuk pembelajaran generasi yang akan datang.


*Kita mesti tanamkan  bahwa bumi Ini bukan warisan nenek moyang tetapi pinjaman dari anak cucu yang wajib dilestarikan dan dikembalikan dalam kondisi baik*.


Tamat 


# Penulis:


Kiswanto


* Kabid Perekonomian Bappeda Gunungkidul 2010 - 2012.


Pernah jadi: 

- PLP/ Penyuluh Kehutanan Gunungkidul 1978 - 1999

- Pimpro Penghijauan Gunungkidul 1998 - 2000


* Kabid Bina Produksi Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Gunungkidul 2009 - 2010

* Ka Subbag Perencanaan Dinas Peternakan Gunungkidul 2001 - 2009

* Ka Subsi PKM pada Seksi Penyuluhan  Dinas Kehutanan Gunungkidul 1999 - 2000


Tidak ada komentar:

Posting Komentar