Ilustrasi |
By Kiswanto*
_edisi tangan kosong tapi hati plong_
Saya lupa persisnya kapan tetapi tahun 1979 saat musim kemarau bersama seorang teman Petugas Lapangan Penghijauan ( PLP ) yang hobinya mencari kalong bermodalkan sepucuk senapan angin.
Teman baik itu Subiyantoro namanya dan familiar dipanggil Subi ,aslinya dari Desa Kepek kecamatan Wonosari kabupaten Gunungkidul DIY.
Kami sama-sama ditugaskan Bupati Gunungkidul ( Pak Darmakum Darmokusumo ) sebagai PLP di kecamatan Panggang berjarak kurang lebih 39 km arah barat daya dari Wonosari ibukota kabupaten Gunungkidul pada tahun 1978.
Saya bertugas di Desa Girisuko dan Subiyantoro di desa Girisekar kami masih bujangan sehingga saat waktu luang sering digunakan untuk jalan - jalan atau berburu satwa liar ( _maaf waktu itu belum paham jenis-jenis satwa yang dilindungi undang-undang 😞_ ).
Hari itu Ahad siang kami bersepakat untuk berburu kalong di goa cemplong saya sebenarnya tidak punya hobi tersebut tetapi sekedar menemani sambil mengenal alam lingkungan gunung sewu yang unik dan menarik walaupun kondisinya tandus , gersang dan gundul alias kritis.
Bagi saya orang Klaten melihat alam Gunungkidul zona selatan merupakan hiburan tersendiri dan saya pikir pegunungan sewu merupakan aset dan sumberdaya alam yang selayaknya dilestarikan keberadaannya.
Saya boncengkan Subiyantoro menggunakan sepeda motor kesukaan yakni Honda CB plangkok alias gelatik dengan strip merah menyusuri jalan jelek belum beraspal naik turun dan berkelok-kelok.
Hingga tiba di desa Giricahyo dimana goa cemplong berada.
Goa Ini berada di tanah Sultan Ground ( SG ) dibawah sebuah bukit yang ditumbuhi berbagai jenis pohon secara alami sehingga terbentuk hutan alam.
Untuk mencapai mulut goa kami jalan kaki lewat jalan setapak yang terjal sehingga motor di parkir dipinggir jalan raya yang lengang.
Walaupun banyak pohon-pohon di bukit sekitar goa tetapi daunnya berguguran karena musim kemarau panjang.
Begitu dekat dengan goa terlihat ratusan bahkan barangkali ribuan kalong berwarna hitam diam bergantung di dahan tanpa dedaunan.
" Tuh lihat banyak sekali kalong tidur menggelantung di atas pohon..." kata Subi girang
" Ayo kita lihat di dalam goa dulu saja barangkali disana juga ada..." ajaknya sambil menunjuk ke arah bawah .
Sesampainya di mulut goa yang ditumbuhi semak belukar lebat pertanda bahwa goa ini jarang sekali dikunjungi orang.
Suasananya sepi tidak orang lain di situ menimbulkan rasa was-was dan takut jangan-jangan ada binatang buas ular atau macan didalamnya.
Didinding goa terlihat sejumlah kelelawar atau Lowo diam menggantung dalam goa yang gelap dan pengap dengan posisi kaki di atas kepala dibawah.
Dan bau kotoran Lowo sangat terasa menyengat di hidung.
Karena disitu tidak ada kalong maka Subiyantoro berusaha mencari kalong yang menggelantung di pohon yang terdekat sementara saya mengikuti dibelakangnya.
Mengingat medannya cukup sulit ditembus maka pada jarak sasaran dianggap optimal temanku mulai mengokang senapan anginnya serta memasukkan peluru dan siap menembak.
Tidak lama kemudian terdengar suara tembakan bersamaan pelatuknya ditarik dan tepat kena seekor kalong yang berkelompok puluhan pada sebatang pohon jati.
Kalong yang tertembak itu ternyata tidak mati hanya kaget dan terluka kemudian terbang sambil mengeluarkan suara khasnya cukup keras.
Barangkali suara tersebut merupakan kode peringatan bagi komunitas kalong tersebut dalam keadaan darurat.
Tiba-tiba ratusan bahkan mungkin ribuan kalong disitu serentak bangun dari tidurnya dan terbang rendah berputar-putar bersuara keras di atas kepala kami seolah-olah meluapkan kemarahannya dan akan menyerang kami sebagai bentuk pembelaan dan balas dendam.
Suasananya sangat mencekam dan gaduh terdengar suara-suara kalong bersautan berkepanjangan.
Kami ketakutan luar biasa dan mengamankan diri sembunyi di mulut goa cemplong yang banyak semak belukar dan penuh misteri.
Konon kabarnya didalam goa itu tersimpan harta karun berupa emas yang cukup banyak.
Cukup lama kami bersembunyi menunggu keadaan aman dengan dada yang berdebar-debar kencang.
Setelah komunitas ribuan kalong yang marah itu pergi kami segera bergegas keluar dari mulut goa serem itu dan pergi meninggalkan goa tersebut.
" Alhamdulillah kita selamat dari amukan massa kalong yang marah karena salah satu kena tembakan senapan anginmu..." kataku pada Subi
Kemudian kami meninggalkan goa cemplong naik menyusuri jalan setapak ditengah hari yang panas terik.
" Kita haus dan lapar..tuh ada pepaya mateng bisa untuk mengganjal perut " kata Subi sambil membidik pakai senapannya tepat pada tangkai buah sehingga pepaya berwarna kekuningan itu jatuh.
Setelah menikmati sebuah kates mateng berdua kami melanjutkan perjalanan dan tiba dimana CB gelatik ku ditinggalkan dipinggir jalan raya Parangtritis - Panggang yang lengang.
Pulang dari goa cemplong dengan tangan kosong dan perut keroncongan... tetapi pikiran plong.
*_Tulisan Ini true story saya persembahkan untuk sahabat baikku Subiyantoro eks PLP Girisekar di Wonosari_*
Klaten , 10 September 2021
By@kiss
*Penulis pernah menjadi:
- PLP/ Penyuluh Kehutanan Kab Gunungkidul 1978-1999
- Pejabat struktural Dinas Kehutanan,Dinas Peternakan , Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab Gunungkidul
- Terakhir Kabid Perekonomian Bappeda Gunungkidul pensiun 2012

Tidak ada komentar:
Posting Komentar