Minggu, 30 Oktober 2022

KISAH PETUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN LAHAN KRITIS DI GUNUNGKIDUL


Lambang Gunungkidul


Episode 1


_Luas lahan kritis di luar kawasan 30.000 ha lebih mendominasi zona gunung sewu yang tinggal batu bertanah_


Oleh : Kiswanto*


_Zona gunung sewu ( selatan ) merupakan wilayah paling kritis dan rusak berat karena tinggal batu bertanah_


Gunungkidul era 1960 - 1970 an terkenal kering,gersang , tandus dan gundul.


Kondisi Lahan kritis Zona Gunung sewu



Luas lahan kritis diluar kawasan hutan saat itu mencapai lebih dari 30.000 hektar 


Dampak terburuk yang pernah terjadi yakni penduduk kekurangan pangan sehingga menyebabkan penyakit  hongerudim ( HO ) / busung lapar.

Darmakoem Darmokoesoemo


Bupati Gunungkidul kala itu Pak Darmakum Darmokusumo merupakan putra daerah yang bergelar Insinyur Kehutanan memiliki semangat luar biasa untuk merubah stigma negatif tersebut dengan gerakan penghijauan dan reboisasi.


Mengingat perilaku masyarakat terhadap penghijauan masih sangat kurang sehingga berbagai upaya penanaman belum berhasil sebagaimana yang diharapkan.


Salah satu upaya penghijauan masif yang dilakukan Pak Darmakum adalah dengan menyebarkan benih lamtoro Sabrang dari Helikopter dengan sasaran lahan kritis pegunungan Sewu.


Mengingat tingkat erosi pada pegunungan zona selatan sudah sangat parah sehingga sering disebut batu bertanah maka tingkat keberhasilan penghijauan sangat rendah.


Hal tersebut diperparah dengan sering terjadi musim kemarau panjang sehingga tanaman yang baru saja tumbuh akan mengalami kekeringan dan mati.


Akhirnya pada tahun 1977 lahirlah Inpres Bantuan Penghijauan skala nasional yang merupakan program lingkungan hidup untuk penyelamatan hutan tanah dan air ( PHTA ) dengan sasaran lahan kritis diluar kawasan hutan negara.


Inpres Bantuan penghijauan dilaksanakan dengan sistem keproyekan dari tahun ke tahun dan Gunungkidul merupakan sasaran prioritas.


Proyek Penghijauan pada hakekatnya merupakan upaya penyuluhan bidang Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah ( RLKT ) dengan fisik kegiatannya sebagai alat peraga yang pelaksanaan dilakukan oleh petani.


Tujuan penyuluhan RLKT sejatinya adalah merubah perilaku petani dari tidak tahu, tidak mau dan tidak mampu menjadi tahu mau dan mampu setelah menyadari akan arti pentingnya penghijauan.


Perilaku dimaksud adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan ( PSK )  petani.


PLP Ujung tombak Proyek Penghijauan


Dengan demikian untuk pelaksanaan proyek Bantuan Penghijauan perlu ada petugas lapangan penghijauan ( PLP ) berperan sebagai penyuluh , dan pembina teknis,PLP merupakan ujung tombak Proyek Penghijauan, kepanjangan tangan dari Ditjen Kehutanan, sedangkan petani yang terhimpun dalam kelompok tani penghijauan sebagai sasaran utama. 


Mulai tahun 1977  - 1990 an jenis kegiatan proyek Bantuan Penghijauan yang utama adalah penanaman bibit pohon kayu-kayuan / tanaman keras.


Jenis tanaman tersebut diutamakan dan dipilih tanaman pioneer yang mampu tumbuh dan hidup dilahan kritis diantaranya accasia auriculiformis , jati , mahoni , mete , glireside , kaliandra dan sonokeling.


Standar teknis penanaman pohon penghijauan satu hektar 400 batang , dengan jarak tanam 5 x 5 meter.


Petani yang terhimpun dalam kelompok tani penghijauan diberikan insentif berupa uang untuk pembuatan ajir , lubang tanam, bantuan pertemuan dan bibit tanaman secara gratis serta bimbingan teknis,administrasi dan penyuluhan oleh PLP.


Pada awalnya  proyek Bantuan Penghijauan pemimpin proyeknya adalah Bupati  kemudian kepala Dinas Pertanian akhirnya turun pada pejabat di Dinas Pertanian kabupaten Gunungkidul.


Baru setelah Departemen Kehutanan terbentuk tahun 1983 beberapa tahun kemudian proyek ditangani pejabat Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah ( PKT ) kabupaten Gunungkidul sebagai embrio terbentuknya Dinas Kehutanan dan Perkebunan di era otonomi daerah.


( _bersambung episode 2_)


* Penulis 


Kiswanto



- PLP/ Penyuluh Kehutanan Kabupaten Gunungkidul 1978-1999

- Pejabat Struktural di Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan,dan Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura , 2000-2009

- Kabid Perekonomian Bappeda 2010-2012.

- Pegiat dan Pemerhati Lingkungan Hidup 2012-sekarang

Senin, 24 Oktober 2022

PERTEMUAN PENSHUTINDO KABUPATEN KLATEN

Pertemuan Penshutindo Klaten


Pertemuan Himpunan Pensiunan Kehutanan ( HPK ) Cabang Kabupaten Klaten sebelum pandemi diselenggarakan pada tanggal 19 Februari 2020 di Posko Penyuluh Kehutanan Kabupaten Klaten.


Pertemuan Anggota HPK 19-2-2020


Mulai Maret 2020 pemerintah Republik Indonesia menyatakan kondisi darurat covid 19 hingga sekitar dua tahun pandemi dinilai baru melandai, sehingga HPK yang perkembangannya ada perubahan nomenklatur menjadi Perkumpulan Pensiunan Kehutanan Indonesia ( Penshutindo ) baru dapat mengagendakan pertemuan anggota pada tahun 2022.


Pertemuan Pengurus 27-8-22


Perancangan pertemuan anggota Perkumpulan Penshutindo Cabang Kabupaten Klaten didahului dengan rapat koordinasi pengurus pada Sabtu, 27 Agustus 2022 di Kantor Penshutindo Jokopuring Klaten.


Hari Sabtu Legi tanggal 22 Oktober 2022 bertempat di Aula Dinas Pertanian kabupaten Klaten pertemuan silaturahmi dan pembinaan dari Korwil Soloraya serta Pengurus Daerah Provinsi Jateng digelar.


Pertemuan dimulai sekitar pukul 10:00 WIB hingga 12:00 WIB, dihadiri sekitar 30 orang terdiri dari pengurus , anggota Penshutindo Cabang Kabupaten Klaten,  Koordinator Wilayah Penshutindo Soloraya serta Pengurus Daerah Penshutindo provinsi Jawa Tengah.


Sekretaris menjadi MC


Sekretaris Perkumpulan Penshutindo Cabang Kabupaten Klaten Kiswanto berperan sebagai master of ceremony ( MC ) , dimulai dengan pembacaan basmallah sebagai pembuka acara.


Menyanyikan Indonesia Raya dan Mars Penshutindo


Kemudian Endang Sulastri selaku dirigen untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Seruan Rimbawan dan Mars Penshutindo secara bersama-sama.


Ketua Penshutindo Klaten


Prakata Puji Untung Surarso selaku Ketua Perkumpulan Penshutindo Cabang Kabupaten Klaten menyampaikan berbagai informasi terkait dengan keberadaan organisasi, keanggotaan, serta aktivitas Perkumpulan Penshutindo yang kondisinya spesifik dan berharap " aja dibandingke " dengan Cabang Kabupaten lainnya.


Keanggotaan Penshutindo disini terdiri dari pensiunan PNS pusat, dan daerah serta dari Perum Perhutani dari berbagai profesi diantaranya penyuluh kehutanan, pejabat fungsional, pejabat struktural serta staf instansi Kehutanan .


Jumlah anggota yang sudah memiliki Kartu Tanda Anggota ( KTA ) berjumlah 40 orang , dan sejumlah anggota baru yang baru saja bergabung.


Saat pandemi covid 19 ada sekurang-kurangnya 4 orang anggota yang meninggal dunia ( Wasis Sugiharto, Bambang Setyawan, Saliyo , Sudaryanto ).


Kendati tidak ada pertemuan anggota saat pandemi covid 19 namun komunikasi nir tatap muka alias daring tetap dilakukan melalui Grup WA .


Dengan semangat Ketua menciptakan yel yel, Penshutindo ...Sehat, Penshutindo.... Kompak dan Penshutindo ... Luar biasa..!!


Pembacaan doa


Pembacaan doa oleh Samsidi  setelah sambutan ketua Penshutindo Cabang Kabupaten Klaten.


Sambutan Korwil Soloraya


Sambutan dan pembinaan pertama ( 10:45 ) oleh Harjono selaku koordinator wilayah Soloraya yang mengingatkan kita bahwa inti dari Perkumpulan Penshutindo ini diantaranya adalah untuk kerukunan , silaturahmi dan saling menyemangati.


Sambutan Ketua Pengda Jateng


Sambutan Pengarahan kedua ( 10:59 ) dari Dwijono Kiswuryanto ketua Pengda Penshutindo Jateng . Dalam perkenalannya Dwijono ( lahir 1963 ) merupakan pensiunan  Perum Perhutani .


Bersama Sumiyarso


Bersama rombongan Waka 2 Agus Prabowo, Waka 3 Yuni ,Hartoyo korbidang organisasi ( juga ketua Penshutindo Kab Semarang ) serta Sumiyarso korbidang kewirausahaan.


Dalam penjelasannya Dwijono mengatakan bahwa masa kerja Pengda Penshutindo Jateng selama 5 tahun ( 2020 - 2025 ), dan fungsi pengda sebagai kepanjangan tangan pengurus pusat. 


Dalam safari kerja ke cabang Penshutindo hari ini telah mengunjungi 20 kabupaten di Jawa Tengah, dengan tujuan utama untuk ' ngaruhke ' apakah keberadaan organisasi yang telah dilaporkan betul-betul eksis atau tidak.


Ternyata dari hasil kunjungan selama ini didapatkan dua kabupaten yang ada laporan tetapi nihil organisasi dan aktifitasnya.


Dwijono mengatakan bahwa Penshutindo merupakan rumah besar pensiunan Kehutanan setelah Purna tugas.


Dan kelembagaan di Cabanglah harus diperkuat karena merupakan basis organisasi dan yang memiliki anggota.


Kedepan diharapkan kekuatan di cabang itu diantaranya meliputi peningkatan aspek rekruitmen anggota, semangat silaturahmi, kewirausahaan serta kesejahteraan anggota.


Keuntungan anggota Penshutindo salah satunya bagi PNS yang mempunyai NIP 71 dan 08  berhak mendapatkan bantuan dari Yayasan Bina Raharja.


Dan anggotanya yang memenuhi persyaratan disediakan Taman makam Penshutindo seluas  2,1 ha di Semarang.


Sementara Hak mendapatkan nilai hidup setelah pensiun 15 tahun bagi Pensiunan Perum Perhutani gol 1, 2 sebesar 5 juta dan gol 3, 4  sebesar 8 juta rupiah lewat Yayasan Jati Sejahtera.


Untuk ketertiban administrasi setiap 3 bulan sekali Penshutindo cabang diharapkan membuat laporan ke Korwil dan Pengda diantaranya berisi perkembangan jumlah anggota, kondisinya organisasi, aktivitas dan lain sebagainya.


Penyerahan KTA


Setelah selesai menyampaikan sambutannya Dwijono menyerahkan KTA secara simbolis kepada dua orang anggota tertua Rahmat Sunyoto ( 1942 ) dan termuda Bambang Witorogo ( 1961 ). 


Tambahan penjelasan oleh Hartoyo ( 11:35 ) tentang salah satu hak anggota Penshutindo terkait dengan Peraturan Ketua Yayasan Bina Raharja Nomor P. 01/Perka-YBR/II/2022 tentang Permohonan dan Pemberian Bantuan Kesejahteraan Wredatama Rimbawan, tanggal 7 Februari 2022.

PNS selisih pembayaran dari BPJS dapat dimintakan dari YBR sedangkan untuk Perum Perhutani dari Yayasan Jati Sejahtera. 


Closed ceremony


Disepakati acara pertemuan ditutup dengan ucapan Alhamdulillah tepat pukul 12:00 WIB, dilanjutkan ishomaksi.


Foto bersama


Alhamdulillah secara umum acara pertemuan silaturahmi dan pembinaan dapat berjalan dengan lancar.


Klaten, 22-10-22


By@kiss


Pertemuan yang membuat tersenyum




Silaturahmi panjangkan umur dan lapangkan rezeki

Rabu, 19 Oktober 2022

KISAH GUDANG TERNAK DAN LAHIRNYA PUSKESWAN DI GUNUNGKIDUL

 

Puskeswan dari Gunungkidul untuk Indonesia


Oleh : Kiswanto *


Begitu semangat dan hebatnya daya juang peternak Gunungkidul untuk mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternaknya saat musim kemarau panjang telah diakui sejumlah kalangan sejak dahulu kala. 


Bahkan sudah lazim alias familiar terdengar  ungkapan  sapi mangan sapi, sapi mangan mas-masan dikala ketersediaan hijauan pakan ternak menipis dan habis, sehingga peternak rela mengorbankan apa saja yang dimilikinya demi sang raja kaya tetap hidup dan memberikan berbagai manfaat dalam kehidupan mereka. 


Sejatinya apakah motivasi peternak Gunungkidul sehinggaAku  demikian gigih memelihara ternak kendati suasana sulit? 


Gudang Ternaknya DIY 


Slogan " Gunungkidul sebagai Gudang Ternak"  sebagaimana tertera dalam renstra pembangunan bidang peternakan dan kesehatan hewan tahun 2002 an  sudah terkenal bagi masyarakat DIY dan sekitarnya. 


Bibit ternak sapi potong Peranakan Ongole ( PO )  dari Gunungkidul banyak diminati oleh peternak luar daerah karena daya adaptasinya tinggi, sehat dan dhokoh sehingga  cepat besar atau bahasa peternakannya Average Daily Gain ( ADG ) alias rerata penambahan berat badan hariannya cukup signifikan. 


Kualitas daging sapi potong asli Gunungkidul sangat baik jika dilihat dari prosentase karkas juga mutu daging serta bebas dari cacing hati, sehingga tak heran jika musim Idul Qurban sapi potong dari bumi Gunungkidul Handayani banyak dicari orang.


Arti ternak bagi petani peternak di Kabupaten Gunungkidul pertama sebagai tabungan, baik untuk cadangan biaya hajatan, modal kerja atau untuk ragat anak anak sekolah hingga kuliah. Sehingga sering "ternak"  di artikan modal kanggo minterke anak, masuk SD cukup jual ayam, SMP /SMA jual kambing dan Kuliah dengan jual sapi. 


Fungsi kedua sebagai penyedia tenaga kerja diladang dan ketiga sebagai pabrik pupuk kandang untuk keperluan pertanian lahan kering yang mutlak membutuhkan pupuk organik dari kotoran ternak untuk konservasi dan peningkatan produktifitas lahan pertanian.


Dengan memelihara ternak ruminansia limbah pertanian pangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang pada akhirnya akan menjadi pupuk kandang 


Manfaat keempat adalah fungsi sosial dan hiburan peternak yang demikian lazimnya merupakan kelas tertentu yang puas dengan ternak yang dimiliki hanya untuk klangenan sehingga sering diikutsertakan dalam kontes dan lomba bidang peternakan. 


Intinya masyarakat Gunungkidul yang sebagian besar masih berorientasi pada usaha pertanian tidak bisa lepas dari pemeliharaan ternak, karena upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah kering kritis mutlak membutuhkan pupuk organik. 


Dengan demikian sangat bisa dipahami manakala kehidupan petani di Kabupaten terluas di DIY tak bisa lepas dari usahatani ternak, sehingga dengan demikian populasi sapi potong di Gunungkidul secara kuantitas juga mendominasi populasi sapi potong tingkat Provinsi DIY. 


Bahkan diera 2007 an komoditas sapi potong di Kabupaten Gunungkidul ditetapkan sebagai komoditas unggulan oleh pemerintah provinsi DIY cq Bappeda DIY. 


Seiring dengan semakin meningkatnya populasi ternak besar dan kecil tentu membawa konsekuensi semakin besar pula kebutuhan hijauan pakan ternak, sementara daya dukungnya tidak berkembang sesuai harapan. Sehingga impor dan ngarit keluar daerah secara masive terjadi terutama saat musim kemarau tiba. 


Semoga permasalahan kurangnya HPT setiap musim kemarau menyebabkan peternak ngarit keluar daerah sehingga perlu tambahan biaya serta berisiko sebagaimana sering terjadi musibah hingga membawa korban jiwa.


Hal ini diharapkan bisa menjadi bahan introspeksi, refleksi serta evaluasi pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka pembinaan dan pengembangan dunia peternakan utamanya yang terkait dengan penyediaan pakan ternak secara cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kendati Organisasi Perangkat Daerah ( OPD ) Dinas Peternakan sudah tidak ada lagi. 


Asal usul nama Puskeswan.


Patut diketahui bahwa ada kebanggaan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Gunungkidul yang telah dapat berkontribusi dan menginspirasi pemerintah pusat cq Kementerian Pertanian sehingga Nomenklatur Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan) yang diinisiasi dan lahir dari Gunungkidul pada tahun 2006, diadopsi dan diterapkan secara nasional untuk menggantikan nama Poskeswan menjadi Puskeswan mulai tahun 2007.


Kisahnya saat berdinas di Dinas Peternakan Gunungkidul saya ditunjuk Bupati menjadi salah satu anggota Tim Penyusunan kelembagaan pemerintah kabupaten Gunungkidul.


Terus terang saya terinspirasi dari Pusat Kesehatan masyarakat ( Puskesmas ) berhubung Gunungkidul merupakan gudang ternak yang memiliki populasi ternak sapi lebih dari separuh total populasi DIY sehingga memerlukan perhatian khusus dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas ternak pada umumnya khususnya dalam pelayanan kesehatan hewan.


Karena selama ini belum ada kelembagaan selevel UPTD pelayanan kesehatan hewan tetapi yang ada Pos Kesehatan hewan yang tugas pokok fungsinya belum memadai.


Gagasan tersebut saya tuangkan dalam sebuah konsep dan disetujui oleh kepala Dinas Peternakan Pak Drh Bambang Sukartono sebelum pensiun Februari 2005.


Kemudian saya sampaikan dalam Forum diskusi Tim kelembagaan selanjutnya diapresiasi dan disetujui oleh Assisten Sekretaris Daerah Pak Drs Joko  Sasono saat itu.


Kemudian proses penyusunan kelembagaan tahun 2006  salah satunya dapat membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) Dinas Peternakan dengan Peraturan Daerah dan dilengkapi Peraturan Bupati Gunungkidul tentang pembentukan lima buah UPTD Puskeswan dan Laboratorium Kesehatan Hewan Satu unit.


Pada rapat koordinasi regional bidang peternakan di Jogja saya informasikan bahwa Gunungkidul telah membentuk Dinas Peternakan tersendiri dilengkapi dengan UPTD Puskeswan.Hal tersebut direspon dan diapresiasi oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan minta copyan Perdanya untuk dikaji barangkali bisa dikembangkan secara Nasional.Alhamdulillah akhirnya  direplikasi oleh Departemen Pertanian.


Tanpa ada catatan sejarah yang tersurat dan diberitahukan niscaya generasi penerus tidak tahu apa yang pernah terjadi sebelumnya.Sebagaimana asal muasal nomenklatur sebuah unit pelaksana teknis dinas ( UPTD ) Pusat Kesehatan Hewan ( Puskeswan ) yang ternyata lahir  dari Gunungkidul untuk Indonesia.


Penerapannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT. 140 /9/2007, tanggal 20 September 2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan. 


Dari Pos Kesehatan Hewan penyebutannya menjadi Pusat Kesehatan Hewan ( Puskeswan ) untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Kami bangga atas prestasi dan spirit masyarakat peternak Gunungkidul, kendati banyak tantangan dan halangan namun pantang menyerah untuk berupaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya serta ikut memelihara kelestarian fungsi produksi atas lahan kering yang tetap menjadi andalan kehidupannya.


Peran bidang peternakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Gunungkidul sangat penting dan strategis sehingga selayaknya mendapatkan perhatian cukup dari pemerintah daerah. 


* Penulis pernah menjadi 


  Kasubbag Perencanaan Dinas Peternakan Gunungkidul 2001 - 2009

 Plh Kabid Bina Program Disnak Gunungkidul

Kabid Bina Produksi Dinas TPH kab Gununkidul

Dan terakhir Kabid Perekonomian Bappeda Gunungkidul 2010 - 2012.

Senin, 17 Oktober 2022

MISTERI MAKAM KUNO DI KADILAJO


TPU dk Kadilajo


Kadilajo ~ Sarean alias kuburan atau tempat pemakaman umum di dk Kadilajo Desa Kadilajo Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten sudah ada sejak zaman dahulu kala.


Di makam tersebut banyak dijumpai nisan atau maejan terbuat dari batu andesit berukir yang sebagian sudah rusak dan tergusur untuk pemakaman baru.


Nisan kuno yang ada kebanyakan gaya Jogja disamping ditemukan satu nisan lain dari yang lainnya, batunya cukup besar dan tebal yang sisi utara bergambar bulan sabit dan disisi selatan terukir gambar burung dan sejenis ikan.


Nisan bergambar burung dan ikan


Ketika model nisan yang berbeda dengan yang lainnya ini dikonsultasikan dengan pengamat nisan Ghozali dikatakan " bahwa sepintas model nisan itu pakemnya ada di wilayah pesisir utara , terutama Sunan Drajat."


Sebagaimana diungkapkan Minardi anggota Tim Napak Tilas P Diponegoro saat berkunjung ke makam dk Kadilajo "  Melihat makam-makam tua di Kadilajo.

Terlihat banyak model nisan tua yang tidak terawat, mulai dari model Jogja sampe mirip model pesisir Utara yakni Drajat.


Dan sejumlah gambar bulan sabit juga ditemukan pada nisan kuno yang ada di TPU Dk Kadilajo tersebut. 




Berdasarkan Peta kuno buatan Belanda tahun 1835 M bahwa di Pijenan dan Kembang tidak jauh dari Kadilajo pernah terjadi dua kali perang besar antara P Diponegoro dengan Belanda.


Sehingga patut diduga kuburan kuno yang cukup banyak di TPU Dk Kadilajo itu merupakan kuburan prajurit P Diponegoro yang gugur saat perang antara tahun 1830 - 1835 M.


Salah satu indikator yang berkaitan dengan jejak perang P Diponegoro adalah ditanamnya pohon kemuning , pohon penanda yang dahulu tumbuh di TPU dk Kadilajo itu kendati sekarang sudah tidak ada lagi.


Berdasarkan Peta tahun 1929 - 1930 , nama dk Kadilajo sekarang tertulis Kadilodjo , dan ada tanda dimana dalam kuburan tersebut terdapat makam ( kijing ) kuno yang merupakan tokoh beragama Islam.


Doeloe Kadilodjo sekarang Kadilajo


Hingga saat ini belum diketahui siapa tokoh beragama Islam dan dimana posisi kuburan kuno tersebut berada.


Berbeda dengan dk Gereh sudah ditemukan dan diyakini cikal bakalnya adalah Eyang Dampu Awang yang dimakamkan di TPU Gereh tengah.


Demikian pula dk Grenjeng Eyang Banyu Anyar diyakini sebagai cikal bakal lahirnya dk Grenjeng , dan keduanya tersebut juga tergambar dalam peta kuno yakni adanya makam tokoh beragama Islam.


Memang nomenklatur Desa Kadilajo pernah ditulis berbeda-beda yaitu Kadilodjo ( 1923 ) , Kadilajo ( 1946 ), Kadilaju ( 1966 - 2000 ) dan hingga saat ini Kadilajo merupakan sebutan pemerintah Desa.


Sementara dalam peta kuno tersebut nama- nama Dukuh Kalikajar ,Sepuluh, Karangeri , Gereh, Grenjeng, Potro, Margosono dan Margorejo tetap konsisten hingga saat ini.


Hanya dk Jelok sekarang dalam peta tertulis Djetak dan Kadilajo ditulis Kadilodjo.


Sejarah berdirinya pemerintah Desa Kadilajo juga belum diketahui secara pasti.


Dengan adanya kijing / maejan dikuburan kuno dk Kadilajo diharapkan tetap dijaga kelestariannya, barangkali suatu waktu akan menjadi titik terang terbuka misteri yang selama ini belum terpecahkan.


Yakni sejarah berdirinya pemerintah Desa Kadilajo, makna dk Kadilodjo serta siapa  dan dimana tokoh beragama Islam yang disemayamkan di situ.


Barangkali tokoh tersebut merupakan cikal bakal berdirinya dk Kadilajo.


Banyak nisan kuno disini


Sebagaimana pesan Minardi terhadap keberadaan makam kuno di dk Kadilajo " Monggo di uri-uri , dan pelihara dengan baik peninggalan para leluhur dahulu ".


Karena pengetahuan itu akan dibukakan bagi yang membutuhkan .Innamas shadaqatu lilfuqarai masakin ( sungguh kebenaran - kebenaran itu akan diberikan kepada orang-orang yang butuh dan miskin tentangnya ).


Insya Alloh 


Dirangkum dari berbagai sumber 


By @ kiss

Minggu, 16 Oktober 2022

MASJID EYANG BANYU ANYAR GRENJENG

Masjid Eyang Banyu Anyar


Kadilajo ~ Masjid Eyang Banyu Anyar di dukuh Grenjeng tepatnya di RT 16 RW 06 merupakan masjid terkini di desa Kadilajo , kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten.

Dibangun tahun 2019 sebelum pandemi covid 19 diatas tanah wakaf keluarga Mbah Mangun Sukarto Grenjeng dengan menggunakan anggaran sebesar Rp 300.202.900,00 ( tiga ratus juta dua ratus dua ribu sembilan ratus rupiah ) dihimpun dari donatur dan swadaya masyarakat demikian penuturan Sujar pada KKK.

Nama Masjid Eyang Banyu Anyar

Pemberian nama masjid ini disepakati saat awal diadakannya pertemuan sejumlah tokoh masyarakat setempat untuk merencanakan pembangunan sebuah rumah ibadah yang representatif.

Kronologinya sebagaimana diceritakan Maryadi :

Sebelum memulai pembangunan masjid itu berkumpul beberapa orang untuk membahas rencana pembangunan masjid, salah satu yang jadi bagian  bahan pembahasan adalah  nama masjid.

Ada beberapa usulan nama termasuk nama Eyang Banyu Anyar.

Singkat cerita dari beberapa pertimbangan yang hadir dalam pertemuan itu sepakat nama Eyang Banyu Anyar, alasan yang saya tangkap dan sebisa saya pahami nama itu dipilih utk mengabadikan nama cikal bakal dukuh grenjeng Eyang Banyu Anyar.
Kedua ada alasan  juga karena di  Grenjeng sudah ada Mushola bernama Al Ikhlas yg lebih dulu ada.

Makna kata banyu anyar ( dimaknai  air baru)  makanya masjid yg baru diberi nama Eyang Banyu Anyar dianggap pas dengan keadaan dan dibarengi  dengan komitmen menjadikan kedua-duanya tempat beribadah dan kegiatan keagamaan  Islam.

Itu saja yang saya tangkap dan pahami , demikian penuturan warga Grenjeng tersebut.

Menurut peta kuno buatan Belanda tahun 1920 an , di dk Grenjeng ada tanda bahwa disitu terdapat makam kuno yang disemayamkan adalah tokoh beragama Islam.

Menurut Maryadi kuburan kuno tersebut berada di TPU Krapyak diyakini adalah makam Eyang Banyu Anyar sebagai cikal bakal berdirinya dk Grenjeng.

Kuburannya menjadi satu Cungkup dengan Eyang Anti Dinomo , sedangkan isterinya dimakamkan di TPU Krajan desa Banyuaeng kecamatan Karangnongko.

Bahkan kuburan kuno di pemakaman Krapyak diduga lebih tua dibandingkan makam Eyang Dampu Awang yang berada di pekuburan Gereh yang diperkirakan tahun 1776 M dan diyakini sebagai cikal bakal dk Gereh.

Menurut Minardi Tim Napak Tilas P Diponegoro di Gereh ada kuburan kuno seorang tokoh beragama Islam yang tercantum dalam peta Belanda 1920 an, diduga kuburan Dampu Awang yakni semacam nahkoda kapal katanya pada KKK.

Barangkali ada kaitannya dengan kuburan kuno di TPU Dk Kadilajo disana juga terpetakan ada makam kuno tokoh beragama Islam, ditemukan satu nisan yang bergambar bulan sabit, burung dan ikan.

Menurut ahli nisan gambar burung dan ikan itu lazimnya merupakan kuburan pesisiran Utara para pengikut Sunan Drajat , imbuh Minardi.

Dirangkum dari berbagai sumber

By@kiss

Kamis, 13 Oktober 2022

SEKILAS MASJID TIBAN POTRO


Masjid Tiban Potro pasca Renovasi


Kadilajo ~ Satu-satunya masjid tertua di Desa Kadilajo Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten adalah sebuah masjid yang berada di dukuh Potro tepatnya di RT 22 RW 08.


Menurut sejumlah sesepuh desa Kadilajo masjid tersebut pada tahun 1950 an sudah ada, tetapi tidak tahu pasti sejarah berdirinya.Karena tidak ditemukan prasasti di masjid kuno tersebut.


Melihat kondisi fisik bangunan masjid kuno  Potro sebelum direnovasi diduga dibangun pada jauh sebelum zaman pejajahan Belanda ( Belanda masuk Nusantara 1596 - 1598 ). 


Sebagaiman penuturan Dodo warga setempat, karena keberadaannya sudah lama dan tidak diketahui asal-usulnya secara pasti,  sehingga masjid tua tersebut familiar dengan sebutan sebagai masjid tiban.

Masjid Tiban Potro tersebut diberikan nama As Salaf  oleh Takmir yang mengelolanya.

Berdasarkan peta kuno pembuatan Belanda tahun 1835 Masehi , dk Potro sudah tertera didalamya diduga Masjid tiban tersebut sudah ada untuk keperluan beribadah saat perang P Diponegoro melawan penjajah Belanda. 


Dalam peta 1835 M Potro sudah ada


Salah satu cirinya ada bangunan masjid , sumber air , dan pohon kemuning sebagai penanda. 


Menurut Minardi Tim napak tilas P Diponegoro Masjid Tiban Potro ada kaitannya dengan Perang Diponegoro dan masjid tersebut diduga dibangun sezaman kerajaan Pajang ( 1568 - 1587 M ). 


Keberadaan masjid Tiban ( kuno ) Potro juga dapat dilihat pada peta kuno buatan Belanda tahun 1920 an, di dukuh Potro terdapat simbol kotak diatasnya ada bulan sabit merah. 


Masjid Tiban Potro dalam Peta kuno ( 1920 an ) 


Sejak sebelum dipugar ( renovasi ) 2017 masjid tua dilengkapi dengan sumur gali airnya untuk kepentingan berwudhu , bedug kulit sapi  dan terdapat dua makam ( kuburan ) serta tumbuh pohon kemuning didekatnya.


Makam Kyai Djoko Umar


Makam Kyai Djoko Umar berada di barat daya masjid sedangkan di sebelah timur laut merupakan makam Kyai Syech Godo ( So Godo ). Menurut penuturan Wawan diduga mereka berdua yang nguri-uri masjid tersebut sejak awal hingga wafat disitu.

Makam Syech Godo


Saat direnovasi ditemukan sejumlah batu-batu serta batu bata merah berukuran besar . Ada batu yang berbentuk mahkota ( mustaka ) masjid yang dulu dipasang di atas kini dilestarikan dikomplek masjid ini tepatnya di salah satu pilar pagar permanen.

Mustaka ( mahkota ) masjid Tiban


Sedangkan batu dan bata merah jumbo tersebut dikubur kembali dalam tanah di kompleks masjid kuno tersebut imbuh Dodo.


Masjid Potro menurut Wawan warga setempat berdiri diatas sebidang tanah pekarangan yang statusnya tanah wakaf dari keluarga Anton Puryanto putra Ngatiyem Cipto Miardjo.

Sedangkan menurut Muryanti tanah dibelakang masjid kuno tersebut kebarat sampai batas sungai sesuai peta Desa berada pada tanah kas desa Kadilajo.


Masjid Tiban As Salaf dukuh Potro berdiri jauh sebelum masjid Lailatul Qodar dk Kadilajo yang merupakan masjid kedua di Desa Kadilajo yang diresmikan 10 Oktober 1967 oleh Bupati Klaten Soetijoso.


Berdasarkan profil desa di desa Kadilajo saat ini tercatat ada 8 ( delapan ) buah Masjid. 


Dirangkum dari berbagai sumber.



By@kiss

Makam Kuno Kyai Djoko Umar


Senin, 10 Oktober 2022

NENEK MOYANG ORANG KADILAJO PECINTA POHON



Pohon Gayam



Wilayah Desa Kadilajo Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten sejak zaman dahulu dikenal memiliki keanekaragaman hayati terdiri dari aneka macam spesies tanaman.


Aneka jenis tanaman tersebut diantaranya manggis, mangga, kepundung, duwet , lerak, jengkol, rambutan, nangka, kokosan, jambu biji, jambu air, pijetan , mindi , bledrek , doya , preh , duren, ploso , janti , sengon , asem , cemblirit, gayam , wuni , tanjung , gempol , bambu ,kelapa, pete, bambu, pucung, sukun, kluwih, bulu, ipik, sengon, jeruk ,nangka sabrang ,kayu putih, kopi, kemuning, sentul, kenari , salam , mundu, randu , kapas , pule, dlsb.


Mengingat secara geografis Desa Kadilajo merupakan batas horizontal antara daerah lahan kering DAS lereng gunung Merapi dengan lahan pertanian sawah didaerah bawah sehingga merupakan tempat dimana mata air bermunculan.


Karena kondisi inilah barangkali menjadikan kecintaan nenek moyang terhadap lingkungan hidup terutama menyangkut flora yang tumbuh disekitarnya.


Kecintaan terhadap pepohonan sebagai sumber kehidupan, sehingga menjadikan nama-nama pepohonan sebagai penanda suatu tempat tertentu merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat.


Tempat-tempat penting yang didekatnya tumbuh pohon besar  dan atau banyak tersebut diantaranya sumber air ( kali ) , dusun , bendungan , jembatan dan lain sebagainya.


Penanda lokasi dengan nama pohon tersebut seperti pada :


1. Sumber air ( Kali )


Pohon Tanjung



Kali Tanjung, kali Wuni , kali Lerak , kali Pule, kali Dadap , kali Madoh , kali Pakel , kali Petung, kali Janti ,kali Nangka dan kali Sentul.


Pohon Lerak


2. Bendungan 


Di dekat bendungan irigasi sederhana itu tumbuh pohon asem Jawa yang besar dan rindang, sehingga bendungan tersebut di beri tetenger  ' Ngasem '.

Lokasinya berada di kali Gedhe sebelah barat dukuh Gempol ( sekarang Polanharjo ).

Dan setelah dibangun bendungan permanen didekat jembatan Gayamsewu kemudian diberikan tetenger alias nama Dam Ngasem-Gayamsewu.


3. Jembatan 


Jembatan Gayamsewu, merupakan jembatan terpanjang peninggalan zaman kolonial Belanda berada di atas  Kali Gedhe menghubungkan kecamatan Manisrenggo, Kemalang dan Karangnongko pada jalan kabupaten.


Disekitar jembatan ini dahulu tumbuh banyak pohon gayam.


4. Dukuh 


Sejumlah Dukuh atau dusun didesa Kadilajo menggunakan nama pohon , karena disana ditemukan pohon yang dominan dan atau spesifik.


Diantaranya dukuh Gempol, dukuh Plosorejo, dukuh Jatirejo , dukuh Potro, dukuh Kalikajar, dan dukuh Karangeri.


5. Tempat lainnya 


Pertigaan Selatan Jembatan Gayamsewu dahulu dikenal dengan sebutan Bledrek, karena disitu tumbuh pohon bledrek yang cukup besar.


Dan saluran irigasi sekitar 300 meter sebelah timur pintu air Dam Gayamsewu dikenal dengan sebutan selokan Doya karena disitu tumbuh pohon Doya yang terkenal wingit.

Di dukuh Kadilajo ada penyebutan tempat yang sangat familiar yakni  Mblimbing dan Pelem gedhe. 

Disebut Blimbing karena didepan rumah mbah Partowihardjo selaku tokoh masyarakat rumahnya posisinya berada di tengah RT 02 ,memiliki pendopo serta halamannya cukup luas sehingga sering digunakan untuk berbagai macam kegiatan sosial kemasyarakatan disitu tumbuh pohon belimbing yang cukup besar. 

Demikian pula Pelem gedhe didepan rumah salah seorang warga RT 02 tumbuh pohon pelem ( mangga ) besar dan doyong halamannya cukup luas  sehingga sering untuk kegiatan warga masyarakat, di pelem gedhe orang tentu sudah paham disitu rumahnya siapa kalau bukan Pak Wito Gundhul.


Nenek moyang orang Desa Kadilajo yang memiliki etos kerja yang baik, pekerja keras dan suka nglajo dalam menuntut ilmu serta mencari nafkah ternyata juga sangat peduli terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup.


Dengan memilih penanda tempat- tempat penting dan strategis dengan nama pepohonan merupakan pengejawantahan kecintaan ,  kepedulian serta kesadaran mereka  untuk menjaga keserasian dengan alam sekitar serta keseimbangan lingkungan hidupnya.


Namun demikian tidak semua warga masyarakat peduli dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup demi kepentingan mereka sendiri, sehingga dengan aji mumpung seenaknya mengekploitasi sumberdaya alam demi kepentingan sesaat dan jangka pendek.

Pohon Pule


Aneka keragaman hayati utamanya flora telah banyak yang hilang bahkan punah di bumi yang subur makmur gemah Ripah loh jinawi itu.


Sekarang generasi penerus hendaknya bisa belajar dari pengalaman serta kearifan lokal nenek moyangnya dahulu sehingga dapat berperilaku ikut Memayu Hayuning Bawana

Yakni suka menanam, memelihara dan melestarikan pepohonan hingga mendatangkan kemanfaatan bagi kehidupan kini dan masa yang akan datang. 


By @kiss

Selasa, 04 Oktober 2022

SEJARAH DAM NGASEM - GAYAMSEWU


Dam Ngasem-Gayamsewu


Kadilajo ~ Berdasarkan Undang-undang nomor 19 tahun 1965 tentang Desa Praja , yang dimaksud dengan Desa Praja adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta benda sendiri.


Desa Praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh Republik Indonesia.


Desa Praja ( DePra ) Kadilajo pada tahun 1966 terjadi kekosongan kepala desa dan untuk mengisi ditunjuk care taker  ( pejabat sementara/ PJs ) oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Klaten.


Sosok PJs Kepala DePra Kadilajo itu adalah Brip Pol Soegito, polisi aktif bukan putera daerah ditugaskan menjabat selama 5 ( lima ) tahun hingga tahun 1970 an.


Berkat pengalaman dan komitmennya sebagai kepala Desa Praja Kadilajo Soegito sangat paham potensi daerahnya, salah satunya adalah sebagian besar warga masyarakatnya berkerja sebagai petani lahan sawah.


Luas lahan pertanian padi sawah sekitar 136 hektar ( 65,38 %  dari luas wilayah ) , merupakan areal terluas dibandingkan Desa - Desa lainnya di Kecamatan Karangnongko.


Disamping itu DePra Kadilajo memiliki sumberdaya air yang cukup melimpah baik dari sejumlah mata air maupun sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun.


Permasalahan yang dihadapi oleh petani Desa Praja Kadilajo dan daerah bawahnya adalah keterbatasan air irigasi untuk usahatani padi sawahnya terlebih pada saat musim kemarau.


Identifikasi masalah tersebut kemudian dirumuskan sejumlah langkah solusinya dengan musyawarah warga masyarakat khususnya para petani Tri DePra ( Kadilajo,kecamatan Karangnongko Joton dan Tambakan kecamatan Jogonalan ), yakni untuk membangun Dam alias Bendungan Irigasi secara permanen dengan cara swadaya masyarakat.


*Dam Gayamsewu*


Jembatan Gayamsewu


Hasil dari musyawarah Tri DePra untuk membuat Dam irigasi, berdasarkan rekomendasi teknis dari Dinas Pengairan Klaten ditetapkan titik lokasinya di Kali Gedhe dekat Jembatan Gayamsewu.

Jembatan Gayamsewu merupakan jembatan terpanjang di desa Kadilajo yang berada di zona utara menghubungkan kecamatan Manisrenggo - Kemalang - Karangnongko pada jalan kabupaten. 

Dinamakan Gayamsewu karena zaman dahulu disekitarnya banyak tumbuh pohon gayam . 


*Kenapa di Gayamsewu?*


Jauh sebelum Indonesia merdeka yakni saat zaman penjajahan Belanda sebenarnya telah dibangun bendungan irigasi beserta saluran yang dikenal dengan nama jolontoro di anak sungai Gedhe yang berhulu di padukuhan Gatak dan Kalikajar Desa Keputran Kecamatan Kemalang kab Klaten.


Titik lokasi dam pengairan peninggalan zaman kolonial itu berada di timur dk Gempol ( sekarang Polanharjo ) Desa Kadilajo, dengan saluran airnya melewati terowongan dibawah jalan raya Manisrenggo - Kemalang.


Bangunan jolontoro yang memotong kali Gedhe itu ternyata tidak mampu menahan dahsyatnya banjir besar di musim penghujan sehingga runtuh menyebabkan aliran air terputus.Putusnya Jolontoro itu tidak ada informasi yang pasti namun diperkirakan sebelum Indonesia merdeka.


Akibat runtuhnya jolontoro itu petani wilayah oncoran irigasi tiga Desa Praja menjadi kesulitan mendapatkan air untuk berusahatani padi sawah.


Petani tidak dapat menunggu masa sulit seperti ini berlama-lama, kemudian berinisiatif membuat bendungan sederhana dengan menata batu-batu kali yang banyak terdapat di Kali Gedhe.


Lokasi bendungan manual dan rentan dadhal jika ada banjir ini berada dekat pohon asem besar di selatan dk Gempol, sehingga sebagai penanda suatu tempat lazim disebut bendungan Ngasem.


Dari bendungan Ngasem ini dibuat saluran air dibawah tebing dan melewati terowongan dibawah jalan raya Manisrenggo - Kemalang tepatnya di selatan Jembatan Gayamsewu , kemudian bertemu dengan saluran eks jolontoro.


Pintu air di eks Jolontoro


Hingga tahun 1966 kondisi bendungan Ngasem yang darurat dirasakan tidak dapat efektif dan efisien sehingga tidak dapat stabil dan optimal aliran air irigasi yang didapatkannya.


Kelompok petani Kadilajo khususnya setiap menjelang musim tanam padi sawah terutama yang airnya dari bendungan Ngasem senantiasa mengadakan gerakan gotong royong memperbaiki tanggul dan badan bendungan yang rusak diterjang banjir.


Akhirnya direncanakan untuk membangun Dam irigasi permanen di timur jembatan Gayamsewu dan dititik itulah dinilai tepat karena debit air yang diperoleh cukup besar karena merupakan tempuran dua sungai yakni kali Gedhe mendapatkan tambahan aliran air dari anak sungai yang berhulu Kali Tanjung .


Disamping merupakan tempuran saluran air primernya dapat menggunakan saluran eks jolontoro maupun Eks bendungan Ngasem yang masih tersisa dan secara teknis layak dimanfaatkan.


*Dam Ngasem - Gayamsewu* 


Prasasti Dam Ngasem-Gayamsewu



Berdasarkan prasasti yang ditemukan di sayap kiri bendungan dekat pintu air bahwa :


Bendungan irigasi yang menjadi impian petani Tri Desa Praja Kadilajo, Tambakan dan Joton dinamakan Dam Ngasem - Gayamsewu dibangun mulai tanggal   2 Juli 1967 dan selesai 10  November 1967.


Nama ini merupakan gabungan tetenger antara Bendungan Ngasem sebagai cikal bakal bendungan manual buatan petani dan Gayamsewu karena bendungan baru ini terletak dekat jembatan Gayamsewu.


Pemrakarsa Kepala Desa Praja Kadilajo Brip Pol Soegito, dengan pelaksana satu T Mantorahardjo ( Ulu-ulu Desa Kadilajo ) dan kedua Partowihardjo seorang tokoh masyarakat dk Kadilajo.


Pembangunan Dam dibantu / direstui Bupati Daerah Tingkat II Klaten Letkol Soetijoso.

Dilaksanakan ( dibiayai secara swadaya ) Tri Desa Praja yakni Kadilajo, kecamatan Karangnongko serta Tambakan dan Joton kecamatan Jogonalan kab Klaten.


Luas sawah yang dapat dioncori dari Dam ini seluas 145 hektar berada di tiga wilayah Desa Praja.


Pembimbingan teknis dari Dinas Pengairan kabupaten Klaten, serta pengawasan oleh Camat Karangnongko M Prapto Darsono.


Dalam prasasti yang masih cukup baik dan jelas terbaca itu tidak disebutkan berapa total biaya patungan swadaya masyarakat yang digunakan untuk membangun Dam tersebut.


Bupati Klaten Soetijoso di Dam Gayamsewu


Selesai pembangunan Dam Ngasem - Gayamsewu, diresmikan oleh Bupati Klaten Soetijoso dan dimeriahkan dengan pergelaran wayang kulit semalam suntuk dengan Lakon Romo Tambak bertempat di kompleks Dam Ngasem - Gayamsewu.


Dan juga jalan raya yang melintasi jembatan Gayamsewu mulai dari Gapura ( sekarang sudah tidak ada )  pertigaan Bledrek hingga perempatan Sentul diberikan nama Jalan Poncowati.


Keberadaan Dam Ngasem - Gayamsewu setelah diresmikan karena memiliki genangan air yang cukup luas dan dalam saat itu menjadi destinasi wisata baru untuk rekreasi, pemancingan serta olahraga renang anak-anak muda.


Namun karena seringnya banjir besar dan banyaknya sedimentasi karena tingkat erosi yang tinggi di DAS lereng gunung Merapi dalam waktu kurang lima tahun genangan air Dam Ngasem - Gayamsewu telah terpenuhi oleh material pasir.


Dan jembatan Gayamsewu lama yang sempit  berkonstruksi gabungan besi dan kayu di bongkar diganti lebih lebar dan dengan konstruksi beton bertulang sebagaimana terlihat saat ini.


Kadilajo, 5 Oktober 2022



By@kiss

JEMBATAN SESEK POTRO NGGOSONO


Jembatan Sesek Potro - Nggosono


Kadilajo ~ Luas wilayah Desa Kadilajo kecamatan Karangnongko kabupaten Klaten 208 hektar terbagi menjadi tiga wilayah padukuhan ( kebayan ) dan terdiri dari 22 dukuh.


Terdapat sungai Gedhe yang berhulu dari lereng gunung Merapi mengalir ke selatan membelah wilayah Desa Kadilajo menjadi dua bagian.


Demikian pula terdapat jalan Kaliworo berstatus jalan kabupaten yang menghubungkan pada jalan arteri Jogja Solo membelah Desa Kadilajo menjadi dua bagian barat dan timur.


Adanya sungai yang cukup besar membuat aktivitas warga masyarakat antar padukuhan dan atau dukuh jadi terhambat dan harus menempuh perjalanan yang semakin jauh ( ngalang ). 


Hal tersebut dinilai menjadi hambatan dan permasalahan, sehingga dibutuhkan akses penghubung berupa jembatan kendati kecil.


Salah satunya terjadi di padukuhan III antara dk Potro dengan dk Margosono desa Kadilajo , kecamatan Karangnongko , Klaten


Sebagaimana penuturan Mulyadi warga Margosono 


" Jembatan Sesek penghubung itu dibuat secara swadaya masyarakat dua dukuh Potro ada Margosono , dengan dimensi panjang sekitar 12 meter dan lebar 1,5 meter " katanya pada KKK.


Pada awalnya jembatan itu dibuat secara sederhana berbahan bambu dan alasnya berupa sesek , sehingga lazim disebut jembatan Sesek.


Tahun 1998 jembatan Sesek diresmikan penggunaannya oleh Suwardi selaku Kepala Desa Kadilajo imbuhnya.


Karena jembatan yang terbuat dari bambu dinilai kurang kuat dan tahan lama, maka akhirnya ditingkatkan dengan pengecoran beton bertulang.


Sempit , berkelok dan hijau alami


Berdasarkan pengamatan KKK, dari arah timur Masjid tiban Potro keselatan Pos ronda belok kanan sudah masuk gang sempit menuju jembatan Sesek diatas Kali Gedhe yang sekitarnya rimbun menghijau oleh banyaknya pepohonan.


Eloknya disamping jembatan tumbuh Pohon Bulu yang akarnya menjulur menambah indahnya pemandangan alam pedesaan.


Hingga saat ini jembatan Sesek semakin banyak dimanfaatkan warga masyarakat desa Kadilajo khususnya dan para pengguna jalan dari luar daerah untuk mempersingkat waktu dan jarak tempuh ( kebarat menuju Sleman, ketimur kearah Klaten ). 


Kali gedhe



Namun demikian barangkali adanya jembatan Sesek sempit namun sangat bermanfaat karya warga masyarakat Potro - Margosono ini belum tentu diketahui oleh warga desa Kadilajo khususnya.


Kadilajo,  5 Oktober 2022


By@kiss


Dari arah timur